🎏 Hakikat Jodoh Menurut Tasawuf

I Perbedaan dan Persamaan antara Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf. 1. Persamaan. Persamaan antara akhlaq dan tasawuf sesuai dengan firman Allah yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam, saling menyayangi dan tidak sombong, apa bila kita berakhlaq maka kita tidak akan sombong, para sufipun juga tidak sombong karena mereka tidak memikirkan duniawi. 4 Tingkatan Ilmu Islam Syariat,Tarekat, Hakikat dan Makrifat, Ketahuilah dalam ajaran islam ada 4 tingkatan ilmu yang perlu anda pelajari diantaranya 1. syariat 2. tarekat 3. hakikat 4. makrifat Jika anda hanya mempelajari salah satu ilmu islam maka hal ini yang sering terjadi di kalangan masyarakat kita hingga menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat serta membeda-bedakan TUJUANPERNIKAHAN DALAM ISLAM. Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan 'aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo KHAzANAHILMU KESELAMATAN DAN MAKRIFAT ALFATIHAH JUGA SEKILAS MA'RIFAT HAKIKAT AIR SEMULA JADI SERTA PENYERUNYA Assalamu alaikum Salam penuh berkah untuk semua, di dalam manuscript kuno dan berbagai sumber juga diperkuat oleh penuturan guruku di Kalteng terkhusus dalam khazanah ilmu Al fatihah, karena guruku ini adalah seorang yang buta huruf, beliau merupakan orang tua yang sempat merasakan Lauhulmahfudz jodoh adalah ketetapan mutlak yang diberikan kepada manusia. Sebagai takdir Allah, jodoh seseorang telah dituliskan sejak 50.000 tahun lalu, tepatnya sebelum manusia dilahirkan di bumi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim) Kalaumembahayakan istri menurut dokter, maka itu masuk dalam kategori darurat dan dalam kondisi darurat perkara yang asalnya haram menjadi halal. Dalam kaidah fiqih dikatakan: "Darurat membolehkan perkara yang dilarang" (الضرورات تبيح المحظورات) 2. Soal nifas atau tidaknya itu tergantung dari bentuk janin. Kalau sudah BABIII SUFISME DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID A. Makna dan Hakikat Tasawuf serta Kedudukannya dalam Islam Sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, Islam memberi tempat kepada jenis penghayatan keagaman. Karenasudah mengetahui hakikat dari tasawuf itu untuk apa, segeralah beramal dengan cita rasa hati yang berharap pada Allah. Tinggalkan juga segala macam keharaman karena takut pada-Nya. Dengan begitu, harapannya hati kita menjadi hati yang tenang, ridha pada Allah dan diridhai Allah. Sebagaimana firman Allah: أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ MenurutAsep Usman, zikir dapat dikelompokkan ke dalam dau macam, yaitu zikir lisan (ucapan) dan zikir qalb (hati). Zikir lisan adalah zikir yang di ucapkan dengan lisan, baik dengan suara keras maupun pelan. Sedangkan zikir qalbu disebut juga zikir tersembunyi, yaitu zikir yang tersembunyi di dalam hati, tanpa suara dan kata-kata. . HAKIKAT TASAWUFOleh Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan al FauzanKata tasawuf dan sufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal ada setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari umat-umat yang hidup di belakang Islam ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan dalam Majmu’ Fatawa-nya ”Adapun kata sufi tidak dikenal di 3 masa yang utama shahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan hanya dikenal setelah masa itu. Hal ini banyak dinukil oleh para imam , seperti imam Ahmad bin Hambal , Abu Sulaiman Ad-darani dan lain-lain. Diriwayatkan bahwa Sufyan Ats-Tsuari berbicara tentang masalah ini sufi, tapi sebagian mereka mengatakan riwayat tsb dari Al Hasan Al Sufi itu tidak ada dalam Islam. Ada yang mengatakan bahwa asalnya adalah dari kata Shuuf bulu domba dan inilah yang terkenal di kalangan banyak orang. Dan sufi yang pertama muncul adalah di negeri yang pertama kali mengadakan gerakan sufi ini adalah sebagian dari sahabat Abdul Wahid bin Zaid , ia adalah seorang sahabat Al Hasan Al Basri. Ia Abdul Wahid populer di Basrah dengan sifatnya yang keterlaluan dalam zuhud , ibadah , rasa takut dan lain-lain. Tidak ada penduduk kota itu yang seperti Syaikh telah meriwayatkan dengan sanad-sanadnya dari Muhammad bin Sirin bahwa telah sampai berita kepadanya tentang sebagian kaum yang lebih mengutamakan pakaian dari bulu domba. Ia berkata ” Sesungguhnya ada suatu kaum yang lebih mengutamakan memakai pakaian bulu domba. Mereka mengatakan ingin meniru pakaian Isa bin Maryam, sedangkan bimbingan dari nabi kita lebih kita cintai. Nabi juga memakai pakaian dari katun dan lain-lain, atau komentar yang senada dengan beliau Ibnu Taimiyah melanjutkan ” Mereka menisbatkan kepada pakaian yang dhahir, yaitu pakaian dari bulu domba, maka mereka disebut shuffi…. Akhirnya beliau ibn Taimiyah berkata ” Maka inilah asal tasawwuf, kemudian berkembang menjadi beraneka ragam dan bercabang-cabang”[1]Disini diterangkan bahwa tasawuf tumbuh di negeri-negeri Islam melalui para ahli ibadah dari Basrah sebagai hasil dari sikap keterlaluan mereka dalam zuhud dan ibadah. kemudian hal itu terus berkembang melalui kitab-kitab orang belakangan dan ditanamkan dinegeri-negeri kaum muslimin melalui ideologi-ideologi llain seperti Hindu, Budha dan kepasturan Nashrani. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Muhammad bin Sirrin yang berkata ”Sesungguhnya ada suatu kaum yang lebih mengutamakan memakai pakaian bulu domba. Mereka mengatakan ingin meniru pakaian Isa bin Maryam, sedangkan bimbingan dari nabi kita lebih kita cinta.”Jelaslah bahwa tassawuf memiliki ikatan dengan agama Nashrani !!!Dr. Shobir Tho’imah memberi komentar dalam kitab As Shufiyah Mu’taqadan wa Maslakan ”Jelas bahwa tasawuf memiliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani , mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara. dan ini banyak sekali . Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan negeri dengan tauhid. Islam memberikan bekas dengan jelas terhadap kehidupan peribadatan orang-orang dahulu”[2]Syaikh Ihsan Ilahi Dhahir rahimahullah berkata dalam bukunya At Tashawwuf al Mansya’ wal Mashadir ” Ketika kita memperhatikan dengan telitiI tentang ajaran sufi yang pertama dan terakhir belakangan serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab sufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Sufi dengan al Qur’an dan As Sunnah. Begitu juga kita tidak melihat adanya bibit-bibit sufi di dalam perjalanan hidup Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para shahabat beliau , yang mereka adalah sebaik-baik pilihan Allah dari kalangan mahlukNya setelah para Nabi dan Rasul ,ed , tetapi kita bisa melihat bahwa sufi diambil dari percikan kependetaan Nasharani , Brahmana Hindu dan Yahudi serta kezuhudan agama Budha[3].Syaikh Abdurrahman al Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya Mashra’ut Tashawwuf ”Sesungguhnya tasawwuf itu adalah tipuan/makar paling rendah/hina dan tercela. Setan telah membuatnya menipu para hamba Allah dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan rasulNya. Sesungguhnya tasawuf adalah sebagai topeng kaum Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang Rabbani , bahkan juga topeng semua musuh agama ini Islam. Bila diteliti ke dalam akan ditemui di dalamnya ajaran sufi itu Brahmaisme, Budhisme, Zorotoisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme, dan Paganisme”[4]Dalam kesempatan ini kita telah membawakan pendapat-pendapat dari kitab-kitab sekarang tentang asalnya sufi dan juga banyak yang tidak kita sebutkan yang semuanya saling berpendapat seperti ini. Jelaslah bahwa sufi adalah ajaran dari luar yang menyusup ke dalam Islam. Hal ini tampak dari kebisaan-kebiasaan yang dinisbatkan kepadanya tashawwuf. Sufi adalah suatu ajaran yang aneh asing di dalam Islam dan jauh dari petunjuk Allah Azza wa dimaksud dengan kalangan sufi yang belakangan adalah mereka yang sudah banyak berisi kebohongan. adapun yang terdahulu dinisbatkan , mereka masih netral seperti Al Fudhail bin Iyadh , Al Junaid , Ibrahim bin Adham dan lain-lain.[Disalin dari kitab Haqiqatuth Tashawwuf wa Mauqifush Shufiyyah min Ushulil Ibadah wad Diin, Edisi Indonesia Hakikat Tasawwuf, Penulis Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan, Alih Bahasa, Muhammad Ali Ismah, Penerbit Pustaka As-Salaf , Gumpang RT 02/03 N0. 559 Kertasura Solo 57169 Cetakan I Rabi’ul Tsani 1419 H / Agustus 1998M] ________ Footnote [1] Majmu Fatawa XI 5-7 , 16, 17 [2] As Shufiyah Mu’taqadan wa Maslakan [3] At Tashawwuf al Mansya’ wal Mashadir [4] Mashra’ut Tashawwuf – Salah satu tanda kebesaran Allah adalah menjadikan pasangan manusia sebagai suami dan istri. Orang-orang yang tadinya tidak saling mengenal bisa Allah pertemukan dan Allah hadirkan kasih sayang di dalam hati masing-masing. Lalu apa hakikat jodoh dalam islam? merangkum, kasih sayang inilah yang membuat kehidupan pernikahan tampak indah. Setiap orang ingin memiliki pasangan yang bisa menjadi belahan jiwa dan menjadi penentram hati. Tidak heran, banyak manusia sangat menantikan waktu dipertemukan dengan Jodoh Termasuk RezekiBeberapa ulama berpendapat bahwa jodoh juga termasuk rezeki. Kehadirannya merupakan misteri, dan sudah ditetapkan saat seseorang dalam kandungan. Rasulullah bersabda, “Kemudian diperintahkan malaikat untuk menuliskan rejekinya, ajalnya, amal perbuatannya, kebahagiaan atau kesengsaraannya..”.Jodoh juga termasuk hal-hal yang telah dituliskan di Lauhul Mahfuzh. Karena jodoh telah ditetapkan oleh Allah, maka kita seharusnya percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Seperti rezeki, jodoh juga akan sampai kepada kita dan tidak akan Jodoh Membuat Seseorang Jadi TentramAllah berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Ruum 21.Ketentraman adalah hal yang akan diperoleh dari ibadah menikah. Dalam pernikahan, seseorang bisa ketenangan, mengharap pahala, dan keturunan yang sholeh dan dari seorang jodoh diperlukan agar ibadah tetap terasa menyenangkan. Karena dalam Islam, menikah bukan sekedar menghalalkan cinta dua insan, melainkan sebagai jalan agar keduanya meraih ridha dan cinta dapat tabungan umroh hingga jutaan rupiah? Yuk download aplikasinya di sini sekarang juga!3. Jodoh adalah Orang yang Bisa Saling Memaklumi dan Saling MembantuSesuai ayat tersebut, kita bisa melihat bahwa jodoh yang menjadi pasangan adalah seseorang yang akan mendatangkan ketentraman. Karena itu, kita bisa melihat tanda-tanda bahwa orang yang akan menjadi jodoh kita adalah orang yang mampu memaklumi kekurangan semua orang Allah takdirkan untuk mampu memahami segala cela yang kita miliki. Namun, Allah akan mempertemukan seseorang dengan jodohnya, yang merupakan seseorang yang mudah memaafkan segala kesalahan yang telah dan akan kita juga bisa jadi merupakan seseorang yang membantu meringankan permasalahan. Kalaupun ia tidak terjun langsung menyelesaikan persoalan, namun setidaknya kehadirannya bisa ia adalah seseorang yang diringankan Allah untuk membantu mencarikan jalan keluar, atau mempertemukan kita dengan orang-orang yang bisa membantu kita. Atau orang tersebut bisa mengutarakan kalimat yang memotivasi kita dalam memecahkan masalah. Itulah yang menyebabkan seseorang merasa hidup menjadi mudah jika selalu berdekatan dengan orang yang kemudian menjadi Jodoh Akan Menjadi CerminanDalam Islam, jodoh adalah cerminan diri kita. Allah berfirman, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka yang dituduh itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka yang menuduh itu. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia surga” Nur 26.Maksud bahwa hakikat jodoh adalah cermin bukan hanya dari sifat dan keimanan. Selayaknya cermin, seorang pasangan juga akan menjadi orang yang mengingatkan agar kita tetap berada dalam jalan yang Allah ridhai. Jadi pernikahan menjadi sarana untuk memperkuat iman dan memperbanyak hakikat penciptaan manusia yang telah Allah firmankan, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Dzariyat 56.Tak hanya jadi tamu Allah, umroh juga melancarkan rezeki Anda. Yuk temukan paketnya cuma di adalah Sunnah RasulullahBuat apa membayangkan jodoh jika tidak untuk menikah? Banyak yang menantikan jodohnya karena ingin segera menikah dan melaksanakan sunnah Rasulullah. Menikah adalah sunnah yang tidak boleh kita jauhi. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah termasuk umatku” dan Muslim.Jadi, walaupun rasa takut untuk menikah menghinggapi sebagian orang, tetap saja kita tidak boleh membenci dan menjauhinya. Sebagaimana sunnah-sunnah yang lain, menikah juga akan membawa hikmah dan fadhilah jika Jodoh dalam IslamWalaupun jodoh telah ditentukan, namun dalam perjalanan untuk bertemu dengannya diperlukan ikhtiar. Salah satu ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah memilih calon pasangan sesuai panduan Rasulullah. “Wanita biasanya dinikahi karena empat hal karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya keislamannya. Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi”. dan Muslim.“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”. rencana untuk berangkat umroh bersama keluarga? Yuk wujudkan rencana Anda cuma di agar kita bisa menemukan partner dan pasangan dalam beribadah, ada baiknya memilih jodoh sesuai panduan Rasulullah. Yaitu dengan melihat akhlaq dan agamanya. Hakikat tasawufKarya SYEIKH SHALIH BIN FAUZAN AL FAUZAN حقيقة التصوف وموقف الصوفية من أصول العبادة والدينتأليفالشيخ صالح بن فوزان الفوزان يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaanberagamaIslam” Ali-Imran 102 MUKADIMAHSegala puji hanya bagi Allah Rabb seluruh alam, Yang telah menyempurnakan agama ini dan nikmat-Nya untuk kita, Yang telah meridhai Islam sebagai agama kita dan Yang memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengannya hingga matiيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Ali-Imran 102Dan itulah wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub -alaihimassalam- kepada anak-anaknyaوَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub Ibrahim berkata “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” Al-Baqarah 132.Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada hamba dan rasul-Mu, Nabi kita Muhammad, keluarganya dan shahabat-shahabatnya semua. Sesungguhnya Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firmannya وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Adz-Dzariat 56Dengan ibadah, manusia akan meraih kemuliaan, kebesaran dan kebahagiaan dunia dan akhirat, karena mereka butuh kepada Tuhan. Manusia tidak dapat melepaskan kebutuhannya terhadap Tuhannya walaupun sesaat, sedangkan Dia sama sekali tidak butuh kepada mereka manusia dan ibadahnya. Allah ta’ala berfirmanإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ“Jika kalian kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan iman-kalian.” Az-Zumar 7 وَقَالَ مُوسَىٰ إِن تَكْفُرُوا أَنتُمْ وَمَن فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ“Dan Musa berkata “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari ni’mat Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” Ibrahim 8Ibadah merupakan hak Allah atas hamba-Nya dan manfaatnya akan kembali kepada mereka. Siapa yang menolak beribadah kepada Allah, dia adalah orang yang takabbur sombong. Siapa yang beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepada selain-Nya, dia adalah orang musyrik. Siapa yang beribadah kepada Allah dengan apa yang Allah tidak syariatkan, maka dia adalah pelaku bid’ah. Siapa yang beribadah kepada Allah dengan apa yang Allah syari’atkan, dia adalah mu’min sejati. Ketika seorang hamba sangat membutuhkan ibadah sedangkan seorang hamba tidak mungkin mengetahui sendiri hakikat ibadah yang diridhai Allah ta’ala dan yang sesuai dengan agama-Nya, maka masalah ini tidak diserahkan begitu saja kepada mereka, karena itu Allah mengutus para rasul kepada hamba-hamba-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya untuk menjelaskan hakikat ibadah, sebagaimana firman-Nya وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan “ Sembahlah Allah saja dan jauhilah Thagut[1] itu. “An-Nahl 36Allah berfirman وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya “Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” Al-Anbiya 25Siapa yang menentang apa yang disampaikan para Rasul dan apa yang diturunkan dalam Kitab-Kitab-Nya tentang beribadah kepada Allah, kemudian dia beribadah kepada Allah atas dasar kehendak hatinya atau apa yang diingini hawa nafsunya atau apa yang dibisikkan setan-setan manusia dan jin, maka dia telah sesat dari jalan Allah. Ibadah seperti itu pada hakikatnya bukan beribadah kepada Allah, akan tetapi beribadah kepada hawa nafsu وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. ”Al-Qhashash 50.Manusia jenis ini tergolong banyak, pelopornya adalah orang-orang Nasrani Kristen dan mereka yang sesat dari golongan umat islam seperti orang-orang tasawuf. Karena mereka telah menetapkan untuk mereka sendiri ketentuan ibadah yang bertentangan dengan apa yang Allah syari’atkan yang tampak jelas dari syiar-syiar ajaran mereka. Kesesatan mereka akan semakin nyata manakala dijelaskan hakikat ibadah yang Allah syari’atkan melalui lisan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam serta penyimpangan hakikat ibadah yang dilakukan kalangan tasawuf dewasa ini. KAIDAH-KAIDAH IBADAH YANG BENARSesungguhnya ibadah yang Allah syariatkan dibangun diatas dasar dan pokok yang kokoh dan baku. Dasar-dasar tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Ibadah bersifat tauqifi[2] dan harus bersumber dari musyarri’ Yang berhak menetapkan syari’at yaitu Allah ta’ala sebagaimana firman-Nyaفَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.” Hud 112 ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ “Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat peraturan dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." Al-Jatsiah 18Allah berfirman tentang nabi-Nya إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ “Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Al Ahqaaf 9. 2. Ibadah harus dilakukan dengan ikhlas[3] karena Allah ta’ala, suci dari noda kesyirikan. فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepadanya.” Al-Kahfi 110.Jika ibadah tercampur dengan sesuatu kesyirikan, maka ibadah itu tidak ada nilainya. Firman Allah ta’ala وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” Al-An’am 88. وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ * بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu “Jika kamu mempersekutukan Tuhan, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” Az-Zumar 65-66. 3. Dalam ibadah hendaknya yang dijadikan panutan dan sumbernya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.” Al Ahzab 21.وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkan-lah.” Al-Hasyr 7.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ رواه مسلم.“Siapa yang melaksanakan suatu amalan yang bukan termasuk urusan agama kami maka dia tertolak.” Muslim. مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ متفق عليه.“Siapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami yang bukan termasuk didalamnya maka dia tertolak.” Muttafaq alaih. صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي متفق عليه.“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” Muttafaq alaih. خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ رواه مسلم.“Ambillah dariku manasik haji kalian.” MuslimDan masih banyak lagi nash-nash yang lain tt hal ini. 4. Ibadah telah ditetapkan berdasarkan waktu dan ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya shalat. Allah ta’ala berfirman إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang beriman.” An Nisa 103.Allah berfirman الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ “Masa mengerjakan ibadah haji itu beberapa bulan yang telah diketahui.” Al-Baqarah 197. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ “Beberapa hari yang ditentukan itu adalah bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu.” Al Baqarah 185. 5. Ibadah harus dilakukan atas dasar cinta kepada Allah ta’ala, merendahkan diri, takut dan harap kepada-Nyaأُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada kepada Tuhan mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” Al-Isra’ 57.Allah berfirman tentang para nabiإِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ “Sesungguhnya mereka senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan senantiasa berdoa kepada kami dengan penuh harapan serta takut dan mereka senantiasa khusyu’ kepada kami." Al-Anbiya 90.Allah berfirman قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ 31 قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ “Katakanlah “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” Ali-Imran 31-32.Allat ta’ala telah menyebutkan tanda-tanda serta buah cinta kepada-Nya. Adapun tanda-tandanya adalah mengikuti Rasulullah, ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasul-Nya. Sedangkan buahnya adalah memperoleh cinta Allah ta’ala, ampunan dosa dan dari rahmat dari-Nya. 6. Kewajiban ibadah tidak gugur bagi mukallaf orang yang telah dibebani kewajiban, semenjak dia baligh dan berakal hingga mati. Allah ta’ala berfirman وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ “Janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” Ali Imran 102. واعبد ربك حتى يأتيك اليقين “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini ajal .” Al-Hijr 99. HAKIKAT TASAWUFKata “Tasawuf” dan “Sufi” belum dikenal pada masa-masa awal Islam, kata ini adalah ungkapan baru yang disusupkan ke dalam Islam oleh ummat-umat lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawa berkata “Adapun kata Sufi belum dikenal pada tiga abad pertama hijriah, ia baru dikenal setelah itu. Pendapat ini telah diungkapkan oleh lebih dari seorang imam, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Sulaiman Ad-Darani dan yang lain. Terdapat riwayat bahwa Abu Sufyan Ats-Tsauri pernah menyebut-nyebut tentang sufi, sebagian lagi menukilnya dari Hasan perbedaan pendapat tentang kata “sufi” yang disandingkan dibelakang namanya, yang sebenarnya itu adalah nama nasab seperti “qurasyi”, “madany” dan yang semacamnya. Ada yang mengatakan bahwa kata sufi berasal dari kata Ahlissuffah[4] , hal tersebut keliru, karena jika itu yang dimaksud maka kalimatnya berbunyi Suffiyy ُصفِّيّ .Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah barisan shaf terdepan dihadapan Allah, hal itu juga keliru, karena jika yang dimaksud demikian, maka yang benar adalah صَفِّيّ . Ada juga yang mengatakan bahwa ungkapan tersebut bermakna makhluk pilihan Allah صفوة, itu juga keliru, karena jika itu yang dimaksud, maka ungkapan yang benar adalah Shafawy صَفَوِي. Ada yang mengatakan bahwa kata sufi berasal dari nama seseorang yaitu Sufah bin Bisyr bin Ad bin Bisyr bin Thabikhah, sebuah kabilah arab yang tinggal di Mekkah pada zaman dahulu yang terkenal suka beribadah, hal inipun sekalipun sesuai dari sisi kalimat namun juga dianggap lemah, karena kabilah tersebut tidak terkenal sebagai orang-orang yang suka beribadah dan seandainyapun mereka terkenal sebagai ahli ibadah, maka niscaya julukan sufi tersebut lebih utama jika diberikan kepada para shahabat dan tabi’in serta tabi’ittabiin. Disisi lain orang-orang yang mengaku sufi tidak mengenal kabilah ini dan mereka tentu tidak akan rela jika istilah tersebut dikatakan berasal dari sebuah kabilah pada masa jahiliah yang tidak ada unsur Islamnya juga yang mengatakan –dan inilah yang terkenal- bahwa kalimat tersebut berasal dari kata الصوف wol, karena sesungguhnya itulah kali pertama tasawuf muncul di pertama kali membangun rubath tempat ibadah sufi adalah teman-teman Abdul Wahid bin Zaid, dan Abdul Wahid adalah sahabat Hasan Al-Basri, dia terkenal dengan sikapnya yang berlebih-lebihan dalam hal zuhud, ibadah dan sikap khawatir khouf, satu hal yang tidak di dapati pada penduduk kota saat itu. Abu Syaikh Al-Ashbahani meriwayatkan dalam sanadnya dari Muhammad bin Sirin yang mendapat berita bahwa suatu kaum mengutamakan memakai pakaian terbuat dari wol shuf, maka dia berkata “Sesungguhnya ada suatu kaum yang memilih pakaian wol dengan mengatakan bahwa mereka ingin menyamai Al-Masih bin Maryam, padahal sunah nabi kita lebih kita cintai, beliau dahulu mengenakan pakaian dari katun atau lainnya”.Kemudian setelah itu dia berkata “Mereka mengaitkan masalah itu dengan pakaian zahir yaitu pakaian yang terbuat dari wol maka mereka mengatakan dirinya sufi, akan tetapi sikap mereka tidak terikat dengan mengenakan pakaian wol tersebut, tidak juga mereka mewajibkannya dan menggantungkan permasalahannya dengan hal tersebut, akan tetapi dikaitkannya berdasarkan penampilan luarnya saja. Itulah asal kata tasawuf, kemudian setelah itu kata sufi bercabang-cabang dan bermacam-macam” demi-kianlah komentar beliau –rahimahullah- [5] yang menjelaskan bahwa tasawuf mulai tumbuh berkembang di negri Islam oleh orang-orang yang suka beribadah di negri Basrah sebagai dampak dari sikap mereka yang berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah dan kemudian berkembang setelah itu, bahkan para penulis belakangan sampai pada kesimpulan bahwa tasawuf merupakan pengaruh dari agama-agama lain yang masuk ke negri-negri Islam, seperti agama Hindu dan Nashara. Pendapat tersebut berdasarkan ucapan Ibnu Sirin yang mengatakan “Sesungguhnya ada beberapa kaum yang memilih untuk mengenakan pakaian wol seraya mengatakan bahwa hal tersebut menyerupai Al-Masih bin Maryam, padahal petunjuk Nabi kita lebih kita cintai”. Hal tersebut memberi kesimpulan bahwa tasawuf memiliki keterkaitan dengan agama Nasrani !.Doktor Sabir Tu’aimah menulis dalam bukunya As-Sufiyah; mu’taqadan wamaslakan Sufi; aqidah dan tuntunan,“Tampaknya tasawuf merupakan akibat dari pengaruh Rahbaniyah[6] kependetaan dalam agama Nasrani yang pada waktu itu para pendetanya mengenakan pakaian wol dan jumlah mereka sangat banyak, yaitu golongan orang-orang yang bersungguh-sungguh melakukan prilaku tersebut di negeri-negeri yang dimerdekakan Islam dengan pengaruh tauhid, semuanya memberikan pengaruh yang tampak pada prilaku generasi pertama dari kalangan tasawuf "[7] Syaikh Ihsan Ilahi Zahir –rahimahullah- dalam kitabnya Tashawwuf Al-Mansya’ Walmashdar Tasawuf; sejarah berdiri dan Sumber-Sumbernya berkata “Jika kita amati ajaran-ajaran tasawuf dari generasi pendiri hingga akhir serta pernyataan-pernyataan yang dinukilkan dari mereka dan yang terdapat dalam kitab-kitab tasawuf yang dulu hingga kini, maka akan kita dapatkan bahwa disana terdapat perbedaan yang sangat jauh antara ajaran tasawuf dengan ajaran Quran dan Sunnah, begitu juga kita tidak akan mendapatkan landasan dan dasarnya dalam sirah Rasulullah serta para shahabatnya yang mulia yang merupakan makhluk-makhluk pilihan Allah. Bahkan sebaliknya kita dapatkan bahwa tasawuf diadopsi dari ajaran kependetaan kristen, kebrahmanaan Hindu, ritual Yahudi dan kezuhudan Budha”[8]. Syaikh Abdurrahman Al-Wukail –rahimahullah- berkata dalam mukadimah kitabnya Mashra’ut Tashawwuf keruntuhan tasawuf, “Sesungguhnya tasawuf rekayasa syaitan yang paling hina dan nista untuk memperbudak hamba Allah dalam rangka memerangi Allah dan Rasul-Nya, tasawuf merupakan kedok orang-orang Majusi dengan berpura-pura seolah-olah bersumber dari Allah, bahkan dia merupakan kedok setiap sufi untuk memusuhi agama yang haq ini. Perhatikanlah! akan anda dapatkan di dalam ajarannya kebrahmanaan Budha, Zaratustha, Manuiah dan Disaniah. Andapun akan mendapatkan didalamnya Platoisme, Ghanusiah, didalamnya juga terdapat unsur Yahudi, Kristen dan Paganisme berhalaisme Jahiliyah “ [9] .Dari apa yang diketengahkan oleh para penulis muslim masa kini diatas tentang asal usul tasawuf, dan masih banyak selain mereka yang tidak disebutkan yang menyatakan hal serupa, maka jelaslah bahwa sufi adalah sesuatu yang disusupkan ke dalam ajaran Islam yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pengikut aliran tersebut dengan cara-cara yang aneh dan jauh dari hidayah Islam. Mengenai disebutkannya secara khusus kalangan sufi generasi kemudian muta’akhirin, karena pada mereka banyak terdapat penyimpangan-penyimpangan. Sedangkan kalangan sufi terdahulu, mereka relatif lebih moderat, seperti Fudhail bin Iad, Al-Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain lain. PANDANGAN TASAWUFTERHADAP IBADAH DAN AGAMAOrang-orang tasawuf –khususnya generasi terakhir- memiliki tata cara ibadah yang berbeda dari pedoman para salaf ulama terdahulu dan jauh meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka membangun agama dan ibadah mereka berdasarkan syiar dan istilah yang mereka buat-buat yang tersimpul dalam keterangan berikut 1. Mereka hanya membatasi pelaksanaan ibadah berdasarkan rasa cinta dan mengabaikan sisi-sisi yang lain seperti rasa takut dan yang diucapkan oleh sebagian mereka,“Saya tidak beribadah kepada Allah karena mengharap surga, bukan juga karena takut neraka”. Memang benar bahwa cinta merupakan hal yang sangat asasi untuk beribadah, akan tetapi ibadah tidak semata-mata berlandaskan cinta sebagaimana yang mereka sangka, cinta hanya merupakan satu sisi dari sekian banyak sisi, seperti rasa takut khauf, harap raja', menghinakan diri Dzul, tunduk Khudhu’, doa dan lain-lain. Ibadah adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyahإِسْمٌ جَامِعٌ لِمَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ اْلأَقْوَالِ وَاْلأَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ “Ungkapan yang meliputi setiap apa yang Allah cintai dan ridhai baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang zhahir tampak maupun yang bathin tidak tampak”.Al Allamah Ibnul Qayyim berkataوَعِبَـادَةُ الرَّحْمَنِ غَـايَةُ حُبِّهِ مَـعَ ذُلِّ عَـابِدِهِ هُمَا قُطْبَانِ وَعَلَيْـهِمَا فَلَكُ الْعِبَـادَةِ دَائِرٌ مَـا دَارَ حَتَّى قَامَتْ الْقُطْبَانُ Menyembah Allah merupakan puncak kecintaannyaBersama kerendahan hamba, keduanya merupa-kan dua kutubDan diatas keduanya cakrawala ibadah berputarDia tidak berputar sebelum keduanya tegakKarena itu sebagian salaf berkata مَنْ عَبَدَ اللهَ بِالْحُبِّ وَحْدَهُ فَهُوَ زِنْدِيْقٌ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالرَّجَاءِ وَحْدَهُ فَهُوَ مُرْجِئٌ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالْخَوْفِ وَحْدَهُ فَهُوَ حَرُوْرِيٌّ، وَمَنْ عَبَدَهُ بِالْحُبِّ وَالْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ مُوَحِّدٌ.“Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cinta semata maka dia adalah zindiq[10], dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan raja’ [harapan] semata maka dia adalah murjiah[11] dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan takut semata maka dia adalah haruri [12], dan siapa yang beribadah kepada Allah dengan cinta, harap dan takut, maka dia adalah mu’min sejati” Dan Allah telah menerangkan bahwa para Nabi dan Rasul-Nya berdoa kepada rabb mereka dengan rasa takut dan harap dan bahwa mereka mengharap rahmat-Nya dan takut terhadap azab-Nya dan bahwa mereka berdoa kepada-Nya dengan harap dan Islam Ibnu Taimiah –rahimahullah- berkata “Karena itu terdapat dalam kalangan sufi muta’akhirin yang berlebih-lebihan dalam masalah cinta hingga bagai orang yang kemasukan setan serta pengakuan-pengakuan yang menafikan ibadah”.Beliau juga berkata, “Banyak orang-orang yang beribadah dengan pengakuan kecintaannya kepada Allah menempuh jalan yang bermacam-macam karena kebodohan mereka terhadap agama, baik dalam bentuk melampaui batasan-batasan Allah, atau mengabaikan hak-hak Allah atau dengan pengakuan-pengakuan bathil yang tidak ada hakikatnya”. [13] Dia juga berkata, “Dan diantara mereka ada yang berlebih-lebihan dalam mendengarkan syair-syair cinta dan kerinduan. Memang sesungguhnya itulah tujuan mereka, oleh karena itu Allah menurunkan ayat tentang cinta untuk menguji kadar kecintaan mereka, sebagaimana firmannya قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ“Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu”. Imran 31.Seseorang tidak dikatakan mencintai Allah kecuali bila dia mengikuti dan ta’at kepada rasul-Nya. Hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan merealisasikan ibadah. Masalahnya banyak diantara mereka yang mengaku cinta akan tetapi keluar dari syariat dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kemudian setelah itu berhujjah dengan khayalan-khayalan -yang tidak cukup dalam pembahasan ini untuk menyebutkannya- hingga salah seorang diantara mereka menganggap gugurnya perintah atau menghalalkan sesuatu yang haram terhadap dirinya”. Syaikhul Islam juga berkata, “Banyak diantara mereka yang sesat karena mengikuti perkara-perkara bid’ah seperti sikap zuhud, atau beribadah yang tidak berdasarkan ilmu dan cahaya dari Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga mereka terjerumus sebagaimana terjerumusnya orang-orang Nasrani yang mengaku cinta kepada Allah tapi menyalahi syariat-Nya dan meninggalkan mujahadah bersungguh-sungguh dijalan-Nya”. Dengan demikian maka jelaslah bahwa hanya mengandalkan sisi cinta, sesuatu tidak dapat dinamakan sebagai ibadah, bahkan bisa jadi, justru akan menggiring pelakunya kepada kesesatan dan keluar dari agama. 2. Kalangan sufi pada umumnya tidak menempuh cara beragama yang benar, dimana mereka beribadah tidak merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah serta tidak meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka justru merujuk kepada Zauq perasaan atau apa yang diajarkan guru-guru mereka lewat tarekat-tarekat, atau zikir dan wirid-wirid yang penuh bid’ah. Terkadang mereka berdalil dengan hikayat, mimpi atau hadits-hadits maudhu’[14] untuk mendukung pendapat mereka, daripada berdalil dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Itulah landasan yang dibangun diatasnya “agama” diketahui bahwa sebuah ibadah tidak dikatakan ibadah yang shahih benar kecuali jika dia dibangun diatas landasan Al Quran dan As Sunnah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Mereka –orang-orang Sufi- berpegang teguh dalam agama untuk bertaqarrub kepada Allah sebagaimana berpegang teguhnya orang-orang nasrani terhadap teks-teks yang mutasyabih samar atau hikayat yang tidak diketahui kejujuran orang yang meriwayatkannya, seandainyapun benar, namun para syaikh bukanlah orang yang ma’shum. Maka jadilah mereka pengekor dan guru-guru mereka sebagai peletak syariat bagi agama mereka sebagaimana orang-orang Nasrani menjadikan pendeta-pendeta mereka sebagai peletak syariat bagi agama mereka……”Karena sumber tempat mereka merujuk dalam agama dan ibadah, bukan kepada Al-Quran dan As-Sunnah, maka akibatnya mereka terpecah belah berkelompok-kelompok, firman Allah ta’ala وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ “Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya…”. Al An’am 153Jalan Allah hanya satu, tidak terbagi dan tidak terpecah belah, selainnya berarti jalan-jalan yang terpecah belah yang akan mencerai-beraikan orang yang menempuhnya dan menjauhkannya dari jalan yang lurus sirathal mustaqim. Hal ini berlaku bagi kelompok tasawuf, karena setiap firqah kelompok memiliki caranya sendiri-sendiri, berbeda dari firqah yang lain. Setiap firqah memiliki syaikh guru yang mereka namakan syaikh tarekat guru tarekat yang menentukan kepada mereka pedoman yang berbeda dari pedoman firqah yang lainnya dan berseberangan dengan shiratalmustaqim jalan yang lurus. Dan syaikh ini yang mereka sebut syaikh tarekat memiliki wewenang mutlak untuk menentukan, sedang mereka murid-muridnya hanya menjalankan apa yang dia ucapkan tanpa boleh membantah sama sekali . Bahkan hingga mereka berkataالْمُرِيْدُ مَعَ شَيْخِهِ يَكُوْنُ كَالْمَيِّتِ مَعَ غَاسِلِهِ“Al-Murid[15] dihadapan syaikhnya bagaikan mayat dihadapan orang yang memandikannya”. Kadang-kadang sebagian syaikh tersebut mengaku bahwa apa yang diperintahkan kepada murid-murid dan pengikut-pengikutnya dia terima langsung dari Allah. 3. Termasuk ajaran tasawuf adalah berpegang teguh pada zikir-zikir atau wirid-wirid yang telah ditetapkan guru-guru mereka. Mereka menjadikannya sebagai pegangan dan sarana beribadah dengan membacanya bahkan bisa jadi mereka lebih mengutamakannya daripada membaca Al-Quran. Mereka menamakannya sebagai zikrulkhassah zikir untuk orang-orang khusus. Sedangkan zikir yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah mereka namakan dengan zikirulammah zikir untuk orang awam. Ucapan لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله bagi mereka adalah zikirulammah, sedangkan zikir khassah-nya adalah kalimat tunggal, yaitu lafaz الله dan zikir khassatulkhassah yang lebih khusus lagi adalah هو Islam Ibnu Taimiah berkata “Siapa yang menyatakan bahwa hal tersebut, yaitu ucapanلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله sebagai zikirulammah dan zikirulkhassah-nya adalah kata tunggal الله , dan zikir yang lebih khususnya lagi هو yaitu isim dhamir kata ganti maka dia sesat dan menyesatkan. Jika mereka berdalih dengan firman Allah ta’ala قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ “Katakan “Allah” yang menurunkannya, kemudian sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dengan kesesatannya” Al An’am 91.Maka hal itu merupakan kekeliruan mereka yang paling nyata, bahkan merupakan upaya mereka yang mengubah-ubah kata dari makna yang sebenarnya. Karena kata الله disebut dalam ayat tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan dari ayat sebelumnya, yaitu firman Allah ta’ala قُلْ مَنْ أَنْزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ “Siapakah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia” Al An`aam 91.Hingga firman Allah ta’ala قُلِ اللَّه “Katakanlah Allah”maksudnya Allah-lah yang menurunkan Al-Quran yang dibawa Musa Allah merupakan mubtada’ yang diterangkan dan khabar-nya yang menerangkan adalah kalimat tanya tersebut. Sebagai perbandingan misalnya jika anda bertanya Siapa tetanggamu?, maka dia menjawab Zaid. Sedangkan kata tunggal; baik kata ganti ataupun bukan, tidak dapat dikatakan kalimat sempurna, bukan juga susunan kalimat yang bermakna jumlah mufidah. Dengan demikian kata tunggal tersebut, tidak dapat dihukumi sebagai dalil yang menunjukkan keimanan dan kekufuran, atau perintah dan larangan, tidak ada seorangpun dari ulama terdahulu yang menyebutkannya, tidak juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak juga memberikan ma’rifah pemahaman yang bermanfaat bagi kalbu atau keadaan. Dan kata tunggal dalam ilmu logika hanya mengandung tashawwur gambaran secara mutlak, dan dia tidak mengandung hukum nafy peniadaan dan itsbat penetapan[16]. Hingga sebagian mereka yang mengamalkan dengan kontinyu zikir dengan kata tunggal الله atau dengan هو terjerumus dalam sebagian pemahamam atheis tidak mengakui adanya Tuhan atau semacam kepercayaan manunggaling kepercayaan bersatunya Allah dengan makhluk.Dinukilkan dari sebagian syaikh mereka berkata“Saya takut mati dalam keadaan antara nafy meniadakan tuhan dan itsbat menetapkan Allah”. Sesungguhnya kondisi seperti itu tidak akan ditemui oleh yang mengucapkannya. Tidak diragukan bahwa dugaan tersebut terdapat kekeliruan, karena jika seseorang mati dalam kondisi tersebut antara meniadakan tuhan dan menetapkan tuhan maka dia mati dalam keadaan apa yang dia niatkan atau yang dia maksud, karena amal itu tergantung niatnya. Apalagi ada riwayat shahih bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk mentalqinkan orang yang sedang sekarat dengan ucapanلاَ إِلَهَ إِلاَّ الله seraya bersabda مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ “Siapa yang akhir ucapannya " Laa Ilaaha Illallah", dia masuk syurga”Seandainya apa yang dia sebutkan terlarang, niscaya orang yang sedang sekarat tidak di-talqinkan dengan kalimat yang dikhawatirkan dia meninggal dalam keadaan tidak terpuji. Karena itu zikir dengan kata tunggal الله atau kata ganti هو merupakan sesuatu yang jauh meninggalkan sunnah dan termasuk bid’ah serta lebih dekat dengan kesesatan setan. Karena siapa yang mengatakanيَا هُوَ يَا هُوَ atau هُوَ هُوَ atau yang semacamnya, maka tempat kembali dari kata ganti tesebut tidak lain kecuali apa yang digambarkan hatinya, sedangkan hati bisa jadi mendapat petunjuk atau sesat. Pengarang kitab “Al-Fushush” telah menyusun suatu kitab yang diberi nama "الهُو" Sang Dia. Sebagian mereka menyangka bahwa maksud firman Allah ta’ala وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ “Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah”. Ali Imran 7.adalah tidak ada yang mengetahui tafsir dari kata ganti هُ yang berarti dia dalam ayat di atas selain Dia Allah. Kaum muslimin bahkan para pemikir sepakat bahwa hal tersebut merupakan kebatilan yang nyata. Bisa jadi ada sebagian yang memiliki pemahaman yang sama. Saya katakan kepada sebagian yang mengatakan hal seperti itu bahwa seandainya apa yang anda katakan benar maka niscaya ayatnya berbunyi وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَ هُوَ dengan terpisah [17], maksudnya kata هُوَ ditulis terpisah dari kata تَأْوِيْلَ . 4. Sikap berlebih-lebihan kalangan tasawuf terhadap –orang yang mereka anggap- sebagai wali dan syaikh, hal ini bertentangan dengan aqidah Ahlus-sunnah waljamaah. Aqidah Ahlussunnah Waljamaah adalah aqidah yang membela wali-wali Allah dan memerangi musuh-musuhnya. Allah ta’ala berfirman إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah”. Al Ma’idah 55.Allah berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia”. Al Mumtahanah 1.Wali-wali Allah adalah orang-orang beriman yang bertaqwa, yaitu mereka yang menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mereka tunduk kepada-Nya. Kita wajib mencintai mereka, mengikuti jejak langkah mereka dan menghormati mereka. Kewalian bukan merupakan jatah bagi orang-orang tertentu, setiap mu’min yang bertaqwa adalah wali Allah ta’ala, tetapi dia bukan orang yang ma’shum terjaga dari kesalahan. Inilah makna kewalian dan kewajiban mereka menurut pendapat Ahlussunnah Waljamaah. Sedangkan kalangan tasawuf memiliki pengertian dan kriteria tersendiri mengenai wali, mereka menentukan status wali kepada orang-orang tertentu tanpa landasan syari’at atas kewalian mereka, bahkan bisa jadi mereka memberikan status wali kepada orang yang tidak diketahui keimanannya dan ketaqwaannya, atau justru dia dikenal sebagai wali dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai kewalian yang dimaksud dalam ajaran Islam, seperti sihir, tipu muslihat dan menghalalkan yang haram. Bahkan mereka kalangan tasawuf lebih mengutamakan untuk memohon kepada para wali tersebut daripada kepada para Nabi sebagaimana ucapan salah seorang diantara merekaمَقَامُ النُّبُوَّةِ فِي بَرْزَخٍ فُوَيْقَ الرَّسُوْلِ وَدُوْنَ الْوَلِيِّ“Kedudukan kenabian dalam barzakh sedikit lebih tinggi dari kedudukan rasul dan lebih rendah dari wali“Mereka juga berkata“Sesungguhnya para wali mengambil ajaran dari tempat malaikat mengambil wahyu yang kemudian dia wahyukan kepada para Rasul”.Mereka -kalangan sufi- juga mengaku bahwa para wali tersebut ma’shum. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata “Banyak manusia yang keliru dalam masalah ini sehingga dia mengira bahwa seseorang adalah wali Allah, dia juga mengira bahwa setiap perkataan dan perbuatan wali Allah harus diterima dan dipegang meskipun bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, lalu mereka setuju dengan orang tersebut dan menentang apa yang Allah ajarkan lewat Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam yang telah Allah wajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk membenarkan apa yang diberitakan dan mentaati apa yang diperintahkan. mereka kalangan tasawuf menyerupai orang-orang Nasrani yang Allah katakan tentang mereka اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ “Mereka menjadikan ulama, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan juga mereka memper-tuhankan Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. At Taubah 31.Di dalam Al-Musnad dan dishahihkan oleh Turmuzi dari Adi bin Hatim tentang tafsir ayat diatas ketika Nabi menyatakan hal itu orang-orang Kristen yang menyembah pendeta-pendeta mereka, maka dia Adi bin Hatim berkata Sungguh mereka tidak menyembah pendeta-pendetanya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Bukankah mereka pendeta-pendeta itu menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan serta mengharamkan untuk mereka apa yang dihalalkan kemudian mereka menta’atinya?, itulah bentuk ibadah mereka kepada pendeta-pendetanya”. Sikap orang-orang Nasrani ini banyak anda dapatkan pada kebanyakan dari mereka orang-orang tasawuf, Misalnya adanya keyakinan bahwa seseorang yang menjadi wali Allah, dia dapat mengetahui berbagai perkara yang ghaib atau kuasa melakukan hal yang terjadi diluar adat kebiasaan, misalnya dengan menunjuk jari kepada seseorang, maka orang tersebut langsung mati, atau dia bisa terbang di udara ke Mekkah, atau berjalan diatas air, atau memenuhi ketel dari udara, atau ada sebagian orang yang meminta pertolongan kepadanya saat dia tidak ada atau setelah ia mati kemudian disaksikan bahwa wali tersebut mendatanginya dan memenuhi hajatnya, atau memberitahu manusia tentang tempat barang yang dicuri, barang yang hilang, penyakit atau yang semacamnya. Pada hakikatnya, Semua hal tersebut bukan menunjukkan bahwa pelakunya adalah wali Allah. Bahkan para ulama sepakat bahwa seseorang yang mampu terbang di udara atau jalan di atas air maka hendaklah kita tidak cepat terpesona sebelum melihat bagaimana dia mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terhadap apa yang diperintahkan dan yang dilarang. Karamah para wali Allah lebih agung dari semua perkara-perkara aneh tersebut. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar adat kebiasaan manusia, pelakunya bisa jadi wali Allah dan bisa jadi musuh Allah, karena hal tersebut banyak terjadi pada orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, ahli kitab dan orang-orang munafik, dapat juga terjadi pada ahli bid’ah atau mungkin bersumber dari syaitan. Karena itu seseorang tidak boleh menyangka bahwa siapa yang mampu melakukan perkara aneh luar biasa maka dia adalah wali Allah. Akan tetapi wali Allah dinilai dengan sifat-sifat, amal perbuatan dan tingkah laku mereka yang ditunjukkan oleh Al-Quran As-Sunnah. Mereka dapat juga diketahui berdasarkan cahaya Al Quran, hakikat keimanan yang tersembunyi dan syari’at Islam yang kejadian diatas kejadian di luar adat kebiasaan manusia dan yang semacamnya bisa saja terjadi pada seseorang yang tidak pernah berwudhu, tidak shalat fardhu, berkubang dengan najis dan bergaul dengan anjing, yang bersemedi di wc-wc, tempat-tempat kotor, kuburan dan tempat-tempat sampah. Baunya busuk, tidak pernah bersuci dengan cara yang syar’i serta tidak bersih-bersih. Jika seseorang dikenal berkubang dengan najis dan hal yang menjijikkan yang disukai setan, atau dia bertapa di kamar mandi dan di tempat-tempat kotor yang dihuni setan, atau dia memakan ular dan kalajengking, kumbang, serta kuping anjing yang merupakan binatang-binatang yang menjijikkan atau minum air kencing, najis dan semacamnya yang disukai setan, atau dia berdoa kepada selain Allah, meminta tolong kepada makhluk, memohon kepadanya dan sujud di depan syaikhnya serta tidak memurnikan agama untuk Tuhan semesta alam, atau bergaul dengan anjing atau api atau bertapa di kuburan apalagi ternyata kuburannya adalah kuburan orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani serta orang-orang musyrik, atau benci untuk mendengarkan Al Quran atau menghindar darinya, bahkan dia lebih mengutamakan mendengar nyanyian-nyanyian atau syair-syair atau mendengarkan seruling-seruling setan daripada mendengarkan kalamullah. Maka semua itu merupakan tanda-tanda wali syaitan. [18] Kalangan tasawuf tidak hanya sampai sebatas itu yaitu dengan memberi gelar kewalian kepada orang semacam mereka, bahkan berlebih-lebihan terhadap mereka dengan memberikan beberapa sifat-sifat ketuhanan kepada mereka, yaitu dengan mengatakan bahwa mereka berperan atas apa yang terjadi di alam raya ini, mengetahui yang ghaib, dapat memenuhi setiap permohonan yang tidak mampu merealisasi-kannya kecuali Allah, nama-nama mereka disebut-sebut saat ada bencana padahal mereka telah mati atau tidak ada ditempat tersebut, mereka diminta untuk memenuhi kebutuhan dan menolak kesulitan, memberikan gelar kesucian dalam kehidupan mereka, kemudian menyembahnya setelah mereka wafat, membangun diatas kuburnya bangunan-bangunan dan mengambil barokah dengan tanah mereka dan thawaf di atas kubur mereka, dan bertaqarrub kepada mereka dengan berbagai macam nazar, menyebut-nyebut nama mereka dalam memohon kebutuhan-kebutuhan mereka. Inilah semua manhaj orang-orang tasawuf dalam masalah perwalian ataupun para wali. 5. Termasuk bagian dari agama tasawuf yang bathil adalah taqarrub-nya mereka kepada Allah dengan nyanyian dan tarian, memukul rebana dan bertepuk tangan. Mereka menganggap bahwa semua itu adalah ibadah kepada Allah. Dr. Shabir Tu’aimah berkata dalam kitabnya As-Sufiah Mu’taqadan wa Maslakan Sufi; aqidah dan tuntunan,“Tarian sufi telah menjadi ciri khas pada sebagian besar tarekat-tarekat sufi dalam berbagai kesempatan peringatan kelahiran tokoh-tokoh mereka, yaitu dengan berkumpulnya para pengikut tarekat tersebut untuk mendengarkan alunan suara musik yang keluar dari sekitar dua ratus orang pemusik, baik laki maupun wanita, sementara para pembesar duduk-duduk sambil menghisap berbagai macam rokok dan para pemimpin mereka serta para pengikutnya mengkaji kitab-kitab khurafat yang ditulis oleh orang yang diatas kuburannya diadakan perayaan. Dari berbagai penelitian, kami sampai pada kesimpulan bahwa penggunaan musik di kalangan tarekat tasawuf masa kini merujuk kepada apa yang disebut sebagai “Nyanyian kristiani hari Minggu.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menjelaskan tentang awal mula timbulnya tasawuf serta sikap para ulama tentang hal tersebut dan apa saja yang mereka perbuat. “Ketahuilah bahwa hal tersebut bukan muncul pada kurun tiga abad pertama yang terkenal utama, tidak di Hijaz[19] tidak juga di Syam[20], tidak di Yaman tidak juga di Mesir, tidak di Maroko tidak juga di Irak, tidak juga di Khurasan. Di negri-negri tersebut tidak ada –pada waktu itu- orang alim, shaleh, zuhud dan ahli ibadah yang berkumpul untuk mendengarkan tepuk tangan dan siulan, dengan rebana atau dengan telapak tangan, tidak juga dengan potongan kayu. Akan tetapi semua itu terjadi di akhir abad ke tiga. Dan ketika para imam melihatnya, merekapun mengingkarinya. Imam Syafi’i rahimahullah berkata “Ketika saya meninggalkan Baghdad ada sesuatu yang dibuat-buat oleh orang-orang zindiq yang mereka namakan Taghbir nyanyian sufi yang menghalangi orang dari Al Quran”. Yazid bin Harun berkata “Tidak ada yang melakukan nyanyian sufi kecuali orang yang fasiq, entah kapan hal itu berawal ?”.Imam Ahmad ditanya tentang hal tersebut, maka dia menjawab Saya tidak menyukainya, itu adalah perkara yang diada-adakan. Ada yang berkata Apakah kita boleh duduk bersama mereka, beliau menjawab Jangan. Begitu juga semua imam agama membencinya, para ulama besar tidak ada yang menghadirinya, Ibrahim bin Adham tidak menghadirinya, tidak juga Fudhail bin Iyadh, tidak juga Ma’ruf Al Karkhi, tidak Abu Sulaiman Ad-Daariny, tidak juga Ahmad bin Abilhawary, Sirry Saqty dan yang seperti mereka. Sedangkan sejumlah ulama terhormat yang sempat menghadiri acara-acara mereka, pada akhirnya meninggalkannya, tokoh-tokoh ulama mencela pelaku-pelakunya sebagaimana yang dilakukan oleh Abdul Qadir dan Syaikh Abul Bayan dan lain-lainnya. Ungkapan Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa hal tersebut bersumber dari orang-orang zindiq, beliau adalah seorang imam dan ahli dalam Ushululislam kaidah dasar-dasar Islam. Disamping karena hal tersebut tidak didengar kecuali oleh mereka yang dituduh zindiq seperti Ibnu Ruwandi, Al-Farabi dan Ibnu Sina serta yang seperti mereka. Sedangkan orang-orang yang hanif pengikut Ibrahim –alaihis-salam- yang Allah jadikan dia sebagai imam dan penganut agama Islam yang tidak diterima dari seorangpun agama selainnya dan mengikuti syariat Rasul terakhir Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka tidak ada diantara mereka menyukainya dan menyerukan kepada perbuatan semacam itu. Mereka yang dimaksud orang Islam adalah pengikut Al Quran, keimanan dan petunjuk dan kebahagiaan, cahaya dan kemenangan, ahli ma’rifah, ilmu dan keyakinan serta keikhlasan kepada Allah, mencintai-Nya, tawakkal kepada-Nya, takut dan kembali yang memiliki pengetahuan tentang hakikat agama islam; baik hati, pengetahuan, serta perasaannya segera mengetahui bahwa mendengarkan orang yang bersiul dan bertepuk tangan tidaklah mendatangkan manfaat bagi hati dan kemaslahatan, tetapi justru mengandung kemudharatan dan bahaya yang lebih parah. Hal tersebut bagi ruh seperti khamar bagi jasad, karena mengakibatkan pelakunya mabuk melebihi seseorang mabuk karena khamar sehingga mereka merasakan kelezatan tanpa dapat membedakan, sebagaimana yang dirasakan orang yang mabuk karena minum khamar, bahkan dapat terjadi lebih banyak dan lebih besar dari peminum khamar, menghalangi mereka untuk zikir kepada Allah dan shalat melebihi pengaruh minum khamar. Mendatangkan kepada mereka pertikaian dan permusuhan lebih besar dari apa yang terjadi karena minum khamar”.Ibnu Taimiyah berkata “Adapun tarian, tidak diperintahkan oleh Allah, begitu juga Rasul-Nya, tidak juga salah seorang imam, bahkan sebaliknya, Allah berfirman dalam kitab-Nya وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu”. Luqman 19.Allah berfirman وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأَرْضِ هَوْنًا “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati”. Al-Furqan 63.maksudnya dengan tenang dan penuh wibawa, sedangkan ibadahnya orang beriman adalah ruku’ dan sujud”. Adapun rebana dan tarian tidak diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, tidak pula oleh seseorang dari kalangan salaf umat ini. Adapun perkataan orang-orang bahwa hal tersebut adalah jaring yang digunakan untuk “menjaring” orang-orang awam adalah benar adanya, karena kebanyakan mereka menjadikan jaring tersebut untuk mendapatkan makanan atau roti diatas makanan. Allah ta’ala berfirman يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya seba-gian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah”. At-Taubah 34Yang melakukan hal tersebut adalah tokoh-tokoh kesesatan yang dikatakan kepada pemimpin-pemimpin mereka وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا 67 رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا “Dan mereka berkata “ Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta’ati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. Al Ahzab 67-68.Sedangkan jala yang dimaksud untuk menjaring massa, sesungguhnya adalah jala yang robek dimana buruannya keluar lagi jika telah masuk ke dalamnya, karena yang masuk untuk mendengar suara-suara bid’ah dalam tarekat sedang dia tidak memiliki landasan syari’at Allah dan Rasul-Nya, akan terwarisi dalam dirinya kondisi yang parah…[21].Kalangan tasawuf yang mendekatkan diri kepada Allah dengan nyanyian dan tarian, tepat bagi mereka firman Allah ta’ala الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا “Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau” Al-A’raf 51. 6. Termasuk diantara kebathilan ajaran tasawuf adalah apa yang mereka katakan bahwa ada derajat dimana orang yang meraihnya boleh meninggalkan beban syariat seiring meningkatnya derajat tasawuf orang tersebut. Mulanya tasawuf bermakna -sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi Olah jiwa- “membentuk watak dengan mengusir prilaku buruk dan mengarahkannya kepada akhlak mulia, berupa zuhud, santun, sabar, ikhlas dan jujur”. Inilah yang dipahami oleh generasi pertama dari kalangan tasawuf, kemudian Iblis mengecoh mereka dalam beberapa hal, kemudian menyesatkan orang-orang sesudah mereka dan pengikut mereka. Maka setelah berlalu satu abad, keinginan Iblis untuk menyesatkan semakin menjadi-jadi hingga berhasil menyesatkan generasi belakangan. Prinsip dari penyesatan Iblis adalah mencegah mereka dari ilmu dan menggiring mereka kepada pemahaman bahwa yang paling penting adalah amal[22], maka ketika pelita ilmu padam dari mereka, mereka berjalan meraba-raba dalam kegelapan, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa tujuan sebenarnya adalah meninggalkan dunia secara keseluruhan, mereka menolak merawat tubuh mereka dan menyerupakan harta dengan kalajengking, mereka lupa bahwa harta diciptakan untuk maslahat, mereka berlebih-lebihan membebani jiwa hingga ada diantara mereka yang hampir-hampir tidak pernah berbaring. Mereka sebenarnya punya tujuan yang baik, akan tetapi cara mereka tidak tepat. Diantara mereka yang karena sedikit ilmunya beramal berdasarkan hadits-hadits palsu maudhu sedang dirinya tidak mengetahuinya, kemudian datang setelah itu orang-orang berbicara kepada mereka tentang lapar, kefakiran, was-was keraguan dan lintasan-lintasan pemikiran lalu mereka mengarang buku tentang hal tersebut; seperti Harits Al-Muhasibi, kemudian datang yang lain lagi lalu menyusun mazhab sufi dan memberinya kekhususan dengan sifat-sifat tertentu; penampilan lusuh, nyanyian sentimental, tarian dan tepuk tangan. Kemudian terus berkembang, para guru tarekat tersebut meletakkan beberapa perkara dan berbicara tentang kondisi-kondisi mereka, dan mereka jauh dari ulama, mereka melihat bahwa pada diri guru mereka terdapat kelebihan sehingga mereka menyebutnya dengan ilmu batin sementara ilmu syariat mereka anggap sebagai ilmu zahir. Diantara mereka ada yang karena rasa lapar melahirkan khayalan-khayalan yang rusak sehingga mereka mengaku tengah bermesraan dengan Al-Haq dan terbuai dengan-Nya. Seakan-akan mereka sedang menghayal seorang yang dengan paras menawan yang membuat mereka jatuh berada dalam kekufuran dan bid’ah, kemudian dari berbagai kaum yang ada mereka terpecah-pecah dalam berbagai macam tarekat, maka rusaklah aqidah mereka. Diantara mereka ada yang menyatakan ajaran Al-Hulul peleburan diri seorang hamba dengan tuhan, ada juga yang mengatakan Al-Ittihad Tuhan berada dalam dirinya, dan Iblis terus menjerumuskan mereka dengan berbagai macam bid’ah hingga mereka menjadikan untuk diri mereka ajaran-ajaran Islam Ibnu Taimiah berkata tentang kaum yang terus menerus melakukan olah jiwa kemudian mereka menyatakan bahwa diri mereka telah sampai pada tingkatan hakikat. Lalu mereka berkata, “kami sekarang tidak peduli lagi dengan apa yang kami ketahui, sesungguhnya perintah dan larangan adalah aturan untuk orang awam, seandainya mereka telah sampai pada tingkatan hakikat maka gugurlah segala kewajiban dari mereka, dan kandungan kenabian adalah untuk mendatangkan hikmah dan maslahat, tujuannya adalah untuk mengikat orang-orang awam, dan kami bukan lagi termasuk orang awam, kami telah masuk pada wilayah disingkirkannya setiap kewajiban, karena kami telah sampai pada hakikat dan telah mengetahui hikmah”. Maka Syaikhul Islam menjawab “Tidak diragukan bagi kalangan ahli ilmu dan beriman bahwa ucapan seperti itu adalah ucapan yang sangat sarat dengan kekufuran, dia lebih buruk dari ucapan orang Yahudi dan Nasrani. Karena orang Yahudi dan orang Nasrani mengimani sebagian isi Al Kitab dan ingkar kepada sebagian lainnya. Mereka Yahudi dan Nasrani memang benar-benar orang kafir, tapi mereka tetap mengakui bahwa Allah memiliki perintah dan larangan, janji dan ancaman dan juga terhadap diri mereka hingga mati, hal ini jika mereka tetap berpegang teguh terhadap Agama Yahudi dan Nasrani yang sudah diubah dan dihapus, adapun orang-orang munafik di kalangan mereka sebagaimana pada umumnya, terjadi pada filosuf mereka, mereka lebih buruk dari kalangan munafik umat ini umat Islam, karena mereka menampakkan kekufuran dan menyembunyikan kemunafikan, maka mereka lebih buruk dari yang orang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kemunafikan”. Maksudnya adalah bahwa orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan sejumlah keyakinan yang telah dihapus dan kandungannya telah mengalami perubahan itu lebih baik dari mereka yang mengaku telah gugurnya perintah dan larangan terhadap diri mereka secara keseluruhan, karena dengan demikian mereka keluar dari aturan semua kitab-kitab suci, syariat-syariat dan ajaran-ajaran dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Allah baik perintah maupun larangan. Bahkan mereka lebih buruk dari orang-orang musyrik yang masih memegang teguh dengan sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim alaihissalam, karena pada diri mereka ada sedikit kebenaran yang mereka pegang teguh, meskipun dengan demikian mereka tetap orang-orang musyrik. Sedang mereka, orang-orang yang mengaku tidak ada keterikatan sama sekali dengan kebenaran karena mereka mengaku bahwa semua itu sia-sia, tidak ada lagi perintah dan larangan buat mereka. Diantara mereka ada yang berhujjah dengan firman Allah ta’ala وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ “Dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini ajal”. Al-Hijr 99.Mereka mengatakan bahwa artinya adalah, “Sembahlah Tuhanmu hingga kamu meraih ilmu dan ma’rifah, jika kamu mendapatkan hal tersebut maka gugurlah kewajiban ibadah darimu”.Sebagian lain mungkin ada yang berkata, “Beramallah hingga engkau mencapai derajat tertentu, jika telah sampai derajat tasawuf, maka gugurlah ibadah darimu”. Dan mereka adalah orang-orang yang apabila telah tercapai tujuannya berupa ma’rifah dan kondisi tertentu, maka baginya diperbolehkan untuk meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melaksanakan yang diharamkan. Ini adalah kekufuran sebagaimana yang telah lalu. Dalil mereka diatas dengan firman Allah ta’ala وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ “Dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini ajal”. Al-Hijr 99.Sebenarnya itu adalah dalil yang memberatkan mereka bukan yang membela mereka. Hasan Basri berkata “Sesungguhnya Allah tidak membatasi kapan seseorang boleh meninggalkan amal shaleh kecuali setelah datang kematiannya”, kemudian beliau membaca ayat وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ karena yang dimaksud اليقين dalam ayat tersebut adalah kematian dan hal ini telah disepakati ulama. Makna اليقين dalam ayat di atas sama dengan makna اليقين dalam firman Allah ta’ala مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ* قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ* وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ* وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ* وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ*حتى أتانا اليقين “Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar neraka ?”. Mereka menjawab “ Kami dahulu termasuk orang-orang yang tidak mengerjakan shalat. Dan kami tidak pula memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami Al yaqin kematian”. Al-Mudatsir 42-47.Hal ini mereka katakan saat mereka berada dalam neraka jahannam, mereka katakan bahwa dosa yang mereka perbuat adalah meninggalkan shalat dan zakat serta mendustakan hari kiamat, membicarakan yang bathil kepada orang-orang yang bathil, hingga datang kepada mereka kematian اليقين. Sebagaimana diketahui bahwa saat mereka berkata demikian, mereka bukanlah orang-orang beriman dengan semua itu di dunia ini dan bukan pula orang-orang yang Allah katakan tentang mereka وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ “Serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat“ Al-Baqarah 4.Jadi yang dimaksud dengan ayat حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُadalah hingga datang kepada mereka apa yang dijanjikan, yaitu Al-yaqin kematian.Ayat tersebut menjelaskan wajibnya ibadah bagi seorang hamba sejak dia menginjak usia baligh dan berakal hingga kematiannya. Dan tidak ada kondisi sebelum kematian dimana beban kewajiban menjadi gugur sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang sufi. PENUTUPItulah “agama” tasawuf yang dulu maupun sekarang, dan itulah pandangan mereka terhadap ibadah, kami berbicara tentang mereka semata-mata bersumber dari buku-buku mereka kecuali sedikit saja yang berasal dari buku diluar mereka serta buku-buku yang mengkritik mereka dan apa yang menunjukkan aktivitas-aktivitas mereka pada masa kini. Itupun yang saya bahas dari satu sisi saja dari sekian banyak pembahasan pada mereka, yaitu dari sisi ibadah dan sikap mereka tentang hal tersebut. Dan masih banyak sisi-sisi lain yang butuh pembahasan-pembahasan, seperti sikap mereka tentang tauhid, kerasulan, tentang syariat, taqdir dan yang lainnya. Kita mohon kepada Allah ta’ala agar memperlihatkan kepada kita bahwa yang haq itu adalah haq dan memberikan kekuatan kepada kita untuk mengikutinya dan memperlihatkan kepada kita bahwa yang bathil itu adalah bathil dan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjauhinya dan agar Dia tidak menggoyahkan hati-hati kita setelah kita diberi petunjuk oleh-Nya. Washallahu `ala Muhammad wa alihi wa sahbih wa sallam1. Thagut adalah syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah ta’ala . [2] . Maksudnya adalah bahwa ibadah sudah ditentukan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Akal fikiran tidak memiliki andil dalam penetapannya. [3] . Ikhlash berarti beribadah hanya untuk Allah dan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya, lawannya adalah syirik penj..[4]. Ungkapan yang diberikan kepada para shahabat yang tinggal di masjid Nabawi karena tidak memiliki rumah di Madinah, disebabkan mereka hijrah dari negrinya menuju kota Majmu’ Fatawa, 11/5,7,16,18.[6] Rahbaniyah ialah tidak beristri atau tidak bersuami dan mengurung diri di Hal. 171. Hal. 282. Hal. 19[10]. Zindiq Ungkapan yang umumnya diberikan kepada mereka yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafirannya atau kepada mereka yang tidak percaya adanya Tuhan dan hari kiamat Mu’jam Alfaaz Al-Aqidah. penj. [11] . Kelompok yang salah satu keyakinannya adalah bahwa amal perbuatan bukan merupakan syarat keimanan. Seseorang tidak dinyatakan hilang keimanannya –yang pernah dia ikrarkan- walau tidak pernah beramal sama sekali penj.[12] . Istilah yang diberikan kepada pengikut Khawarij, mereka adalah kelompok yang sangat tekun beribadah namun mengkafirkan sesama muslim dengan alasan yang tidak dibenarkan syariat. Diantara keyakinan mereka adalah bahwa siapa yang berdosa besar maka dia kafir dan kekal didalam neraka. Kata Haruri berasal dari nama tempat dimana pada saat itu kelompok ini banyak berkumpul. penj.1. Al-Ubudiah, oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 90, cet. Dirjen fatwa.[14] . Hadits yang dibuat-buat hadits palsu1. Orang yang mengikuti salah satu syekh dalam sebuah tarekat sufi. penj.[16] . Kalimat tauhid jika diucapkan secara lengkap لا إله إلا الله mengandung arti yang sangat penting; yaitu adanya nafy meniadakan segala bentuk ketuhanan selain Allah/لا إله dan Itsbat hanya mengakui Allah sebagai tuhan/إلا الله. Sedangkan jika diucapakan secara mutlak begitu saja dengan lafaz الله maka arti yang sangat penting tersebut akan hilang penj.[17] . Risalah Al-Ubudiah, hal 117-118, cet. Al-Ifta’1. Majmu’ Fatawa, 11/210-216[19] . Mekkah dan sekitarnya.[20] . Sekarang ini menjadi negara Palestina, Yordania, Lebanon dan Syiria. penj.1. Majmu’ Fatawa 11/569-574[22] . Walau tanpa dilandasi pemahaman yang benar tentang amal tersebut berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Penj.

hakikat jodoh menurut tasawuf